Jumat, 31 Oktober 2008

Kebiasaan Makan Pagi Dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar Di Kecamatan Bukit Raya Kota Pekanbaru.

Sri Desfita, Wiyono


INTISARI

Latar belakang: Prevalensi status gizi kurang menurut survei Mercycorps. (2005) di Provinsi Riau adalah 35%. Kebiasaan makan pagi merupakan faktor determinan status gizi. Anak yang tidak biasa makan pagi berisiko terhadap terjadinya status gizi kurang. Data kebiasaan makan pagi pada anak sekolah dasar di Kota Pekanbaru masih terbatas. Kebiasaan makan pagi akan mempengaruhi konsentrasi anak. Status gizi yang kurang pada anak ini akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, karena anak adalah generasi penerus bangsa.

Tujuan: Mengetahui kebiasaan makan pagi dan status gizi anak sekolah dasar di Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru.

Metode: Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross sectional. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru, pada bulan Mei sampai Juni 2008. Populasi adalah anak SD Negeri di SD Negeri Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru. Subjek penelitian adalah anak SD Negeri dengan kriteria inklusi murid kelas V. Besar sampel minimal berdasarkan rumus Lemeshow, et al. (1990) adalah 88 subjek. Pemilihan subjek penelitian berdasarkan teknik simple random sampling, sedangkan pemilihan sekolah dasar berdasarkan teknik purposive sampling dengan mempertimbangkan keterwakilan setiap sekolah dasar. Jenis data yang digunakan adalah data primer yaitu data kebiasaan makan pagi, data berat badan serta tinggi badan. Data kebiasaan makan pagi diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data berat badan diperoleh dengan cara penimbangan menggunakan timbangan digital merek ACIS. Data tinggi badan diperoleh dengan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise. Kebiasaan makan pagi dikategorikan sering bila frekuensi makan pagi dalam seminggu ≥ 4 kali dan jarang bila frekuensi makan pagi dalam seminggu <>

Hasil: Kebiasaan makan pagi subjek 41,7% termasuk jarang. Subjek yang mengalami status gizi kurang 15,2%, kurus sebesar 0,8% dan status gizi pendek 19,7%.

Kesimpulan: Masih banyak ditemukan anak sekolah dasar yang jarang makan pagi. Prevalensi status gizi kurang pada anak sekolah dasar termasuk rendah.

Kata kunci: kebiasaan makan pagi, status gizi, anak sekolah dasar


PENDAHULUAN

Anak usia sekolah merupakan salah satu kelompok rawan gizi. Pertumbuhan yang berlangsung membutuhkan zat-zat gizi yang adekuat. Bila kebutuhan zat gizi tersebut tidak terpenuhi, akan terjadi hambatan pertumbuhan dengan manifestasi anak kurus (wasted) maupun pendek (stunted). Status gizi yang kurang pada anak ini akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, karena anak adalah generasi penerus bangsa.

Survei Mercycorps. (2005) menemukan bahwa 35% anak sekolah di Riau mengalami status gizi kurang. Kebiasaan makan pagi merupakan faktor determinan status gizi (Irawati, 2000). Anak yang tidak biasa makan pagi berisiko terhadap terjadinya status gizi kurang.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2006), ditemukan hanya 15,2% anak sekolah dasar yang mempunyai kebiasaan makan pagi di Kabupaten Majalengka. Sibuea (2002) menemukan 57,5% anak sekolah di Medan tidak pernah sarapan pagi. Penelitian Kurniasari (2005) di Yogyakarta menemukan sebesar 25% anak sekolah dasar mempunyai kebiasaan makan pagi yang jarang. Data kebiasaan makan pagi pada anak sekolah dasar di Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru masih sangat terbatas. Hal ini menjadi pendorong dilaksanakannya penelitian yaitu untuk mengetahui kebiasaan makan pagi dan status gizi anak sekolah dasar di Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru.

CARA PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross sectional. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru, pada bulan Mei sampai Juni 2008. Populasi adalah anak SD Negeri di SD Negeri Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru. Subjek penelitian adalah anak SD Negeri dengan kriteria inklusi murid kelas V.

Besar sampel minimal berdasarkan rumus Lemeshow, et al. (1990) adalah 88 subjek. Pemilihan subjek penelitian berdasarkan teknik simple random sampling, sedangkan pemilihan sekolah dasar berdasarkan teknik purposive sampling dengan mempertimbangkan keterwakilan setiap sekolah dasar.

Jenis data yang digunakan adalah data primer yaitu data kebiasaan makan pagi, data berat badan serta tinggi badan. Data kebiasaan makan pagi diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data berat badan diperoleh dengan cara penimbangan menggunakan timbangan digital merek ACIS. Data tinggi badan diperoleh dengan pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise. Kebiasaan makan pagi dikategorikan sering bila frekuensi makan pagi dalam seminggu ≥ 4 kali dan jarang bila frekuensi makan pagi dalam seminggu <>

HASIL PENELITIAN

SD Negeri yang ada di Kecamatan Bukit Raya berjumlah 17 sekolah. Subjek penelitian berasal dari 2 SD Negeri yaitu SD Negeri 025 Kelurahan Tangkerang Selatan dan SD Negeri 052 Kelurahan Simpang Tiga. Jumlah subjek penelitian adalah 132 anak yang terdiri dari 48 anak berasal dari SD Negeri 025 dan 84 anak berasal dari SD Negeri 052.

Sebagian besar subjek berusia 10-11 tahun (77,3%) dan 51,5% terdiri dari perempuan (tabel 1).

Tabel 1. Distribusi subjek berdasarkan usia dan jenis kelamin

No.

Karakteristik

Frekuensi

Persen (%)

1.

Usia

a. 10 – 11 tahun

b. 12 – 13 tahun

102

30

77,3

22,7

2.

Jenis kelamin

a. Laki-laki

b. Perempuan

64

68

48,5

51,5

Tabel 2 menunjukkan bahwa kebiasaan makan pagi subjek sebesar 41,7% termasuk jarang.

Tabel 2. Distribusi subjek berdasarkan kebiasaan makan pagi

No.

Kebiasaan Makan Pagi

Frekuensi

Persen (%)

1.

Jarang

55

41,7

2.

Sering

77

58,3

Status gizi subjek berdasarkan antropometri dengan menggunakan indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dan Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dapat dilihat pada tabel 3. Subjek yang mengalami status gizi kurang 15,2%, kurus sebesar 0,8% dan status gizi pendek 19,7%.

Tabel 3. Distribusi subjek berdasarkan status gizi

No.

Status Gizi

Frekuensi

Persen (%)

1.

BB/U

a. Gizi lebih

b. Gizi baik

c. Gizi kurang

2

110

20

1,5

83,3

15,2

2.

BB/TB

a. Gemuk

b. Normal

c. Kurus

6

125

1

4,5

94,7

0,8

3.

TB/U

a. Pendek

b. Normal

26

106

19,7

80,3

PEMBAHASAN

Kebiasaan makan pagi termasuk ke dalam salah satu 13 pesan dasar gizi seimbang. Bagi anak sekolah, makan pagi dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan memudahkan menyerap pelajaran sehingga meningkatkan prestasi belajar (Depkes, 2002). Penelitian ini menemukan 41,7% subjek jarang makan pagi. Hal ini banyak disebabkan karena subjek tidak memiliki cukup waktu untuk makan pagi.

Terdapat beberapa alasan untuk tidak makan pagi seperti tidak lapar, tidak ada waktu, tidak ada yang menyiapkan makanan, tidak suka makanan yang disiapkan, makanan tidak ada dan sebagainya (Muhilal & Damayanti, 2006). Penelitian Kurniasari (2005) di Yogyakarta menunjukkan 25% anak SD jarang makan pagi dengan alasan tidak sempat, tidak terbiasa dan tidak selera. Berdasarkan laporan BPS Kabupaten Majalengka (2006), hanya 15,2% anak SD yang mempunyai kebiasaan makan pagi. Pada umumnya anak sudah diberi uang jajan sementara makanan yang dijajakan di sekolah kurang terjamin kandungan gizinya.

Makan pagi dapat menyumbang seperempat dari kebutuhan gizi sehari yaitu sekitar 450-500 kalori dengan 8-9 gram protein. Selain kandungan gizinya cukup, bentuk makan pagi sebaiknya juga disukai anak-anak dan praktis pembuatannya (Muhilal & Damayanti, 2006).

Kebiasaan makan pagi dapat berkontribusi terhadap status gizi anak. Anak yang biasa makan pagi akan dapat memenuhi kebutuhan gizinya dalam sehari. Penelitian Irawati (2000) menemukan anak yang tidak biasa makan pagi berisiko terhadap status gizi kurang.

Prevalensi status gizi kurang (BB/U) pada penelitian ini sebesar 15,2%, kurus (BB/TB) 0,8% dan pendek (TB/U) 19,7%. Data ini mencerminkan kekurangan gizi masih terjadi pada anak sekolah dasar walaupun prevalensinya termasuk rendah. Berbeda dengan hasil survei Mercycorps. (2005) di Provinsi Riau yang menemukan prevalensi status gizi kurang 25,35%, kurus 3,42% dan pendek 28,37%. Mercycorps. (2005) melakukan survei di Kecamatan Rumbai Kota Pekanbaru dan di Kabupaten Kampar.

Indikator BB/U mencerminkan status gizi kurang saat ini dan bila dilakuka berulang dapat mendeteksi growth failure karena infeksi atau Kekurangan Energi Protein (KEP). TB/U merupakan indikator status gizi masa lalu dan dapat menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa. Indikator BB/TB menunjukkan status gizi saat ini dan dapat mengetahui proporsi tubuh kurus, normal atau gemuk (Hartriyanti & Triyanti, 2007).

Kekurangan gizi menyebabkan anak mudah lelah, tidak kuat melakukan aktivitas fisik yang lama, tidak mampu berpikir dan berpartisipasi penuh dalam proses belajar. Risiko untuk menderita penyakit infeksi lebih besar pada anak yang kurang gizi, sehingga tingkat kehadirannya rendah di sekolah (Muhilal & Damayanti, 2006).

Pengaturan makan untuk anak usia sekolah bertujuan membentuk kebiasaan makan yang baik dan berpartisipasi dalam aktivitas olahraga secara teratur, guna mencapai perkembangan fisik dan kognitif yang optimal, berat badan yang normal, menikmati makanan dan menurunkan risiko menderita penyakit kronis (Muhilal & Damayanti, 2006).

KESIMPULAN

1. Masih banyak ditemukan anak sekolah dasar yang jarang makan pagi.

2. Prevalensi status gizi kurang pada anak sekolah dasar termasuk rendah.

SARAN

1. Bagi pihak sekolah perlu mempertimbangkan penyuluhan tentang pentingnya kebiasaan makan pagi perlu dilakukan di sekolah dasar untuk meningkatkan kemampuan anak dalam menyerap pelajaran di sekolah;

2. Perlu penelitian lebih lanjut dengan jumlah subjek yang lebih besar untuk melihat hubungan kebiasaan makan pagi dengan status gizi, konsentrasi dan prestasi belajar anak sekolah dasar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Pusat Statistik (BPS) (2006) Analisis Situasi Ibu dan Anak (ASIA) Kabupaten Majalengka.

2. Hartriyanti & Triyanti (2007) Gizi dan kesehatan masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.

3. Irawati (2000) Faktor determinan status gizi dan anemia murid SD di desa IDT penerima PMT-AS di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

4. Kurniasari, R. (2005). Hubungan frekuensi dan asupan gizi makan pagi dengan kadar hemoglobin (Hb) darah dan konsentrasi di sekolah pada murid kelas V dan VI SDN Jetis 1 dan SDN Jetishardjo 1 Yogyakarta. Tesis, Universitas Gadjah Mada.

5. Lemeshow, S., Hosmer Jr, D.W., Klar, J., Wanga, S.K.L. (1990) Adequacy of sample size in sample size in health studies, Pramono, D. (1997) (alih bahasa) Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1997.

6. Muhilal & Damayanti, D. (2006) Gizi seimbang untuk anak usia sekolah dasar. In : Soekirman, Susana, H., Giarno, M.H. & Lestari Y. eds. Hidup sehat: Gizi seimbang dalam siklus kehidupan manusia. Jakarta: Primamedia Pustaka.

7. Sibuea (2002) Perbaikan gizi anak sekolah sebagai invesasi SDM.

BBLR

2.1 Definisi

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir (3).


2.2 Epidemiologi

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram (4). BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan (1,2). Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% (2,3).

2.3 Etiologi

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (3).

(1) Faktor ibu

a. Penyakit

Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain

b. Komplikasi pada kehamilan.

Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.

c. Usia Ibu dan paritas

Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia <>

d. Faktor kebiasaan ibu

Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika.

(2) Faktor Janin

Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.

(3) Faktor Lingkungan

Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun (4,7).

2.4 Komplikasi

Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain (8):

* Hipotermia

* Hipoglikemia

* Gangguan cairan dan elektrolit

* Hiperbilirubinemia

* Sindroma gawat nafas

* Paten duktus arteriosus

* Infeksi

* Perdarahan intraventrikuler

* Apnea of Prematurity

* Anemia

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain (3,8):

* Gangguan perkembangan

* Gangguan pertumbuhan

* Gangguan penglihatan (Retinopati)

* Gangguan pendengaran

* Penyakit paru kronis

* Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit

* Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

2.5 Diagnosis

Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam jangka waktu <> dapat diketahui dengan dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (8).

2.5.1 Anamnesis

Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR (3):

* Umur ibu

* Riwayat hari pertama haid terakir

* Riwayat persalinan sebelumnya

* Paritas, jarak kelahiran sebelumnya

* Kenaikan berat badan selama hamil

* Aktivitas

* Penyakit yang diderita selama hamil

* Obat-obatan yang diminum selama hamil

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain (3):

* Berat badan <>

* Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)

* Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan).

2.5.3 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain (3):

* Pemeriksaan skor ballard

* Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan

* Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas darah.

* Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.

* USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan <>

2.6 Penatalaksanaan/ terapi

2.6.1 Medikamentosa

Pemberian vitamin K1 (3):

* Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau

* Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu)

2.6.2 Diatetik

Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI merupakan pilihan utama (6):

* Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali.

* Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.

Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut (3):

a. Berat lahir 1750 – 2500 gram

- Bayi Sehat

* Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2 jam) bila perlu.

* Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

- Bayi Sakit

* Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum seperti pada bayi sehat.

* Apabila bayi memerlukan cairan intravena:

· Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama

· Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu.

· Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan nafas, kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung :

o Berikan cairan IV dan ASI menurut umur

o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.

b. Berat lahir 1500-1749 gram

- Bayi Sehat

* Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setela 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu)

* Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.

* Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.

- Bayi Sakit

* Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama

* Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan IV secara perlahan.

* Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.

* Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak

* Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.

c. Berat lahir 1250-1499 gram

- Bayi Sehat

* Beri ASI peras melalui pipa lambung

* Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum

* Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

* Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.

- Bayi Sakit

* Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.

* Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan.

* Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum

* Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

* Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.

d. Berat lahir <>tidak tergantung kondisi)

* Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama

* Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan kurangi pemberian cairan intravena secara perlahan.

* Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum

* Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

* Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.

2.6.3 Suportif

Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal (3):

* Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.

* Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin

* Ukur suhu tubuh dengan berkala

Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :

* Jaga dan pantau patensi jalan nafas

* Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit

* Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang, gangguan nafas, hiperbilirubinemia)

* Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya

* Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.

2.7 Pemantauan (Monitoring)

2.7.1 Pemantauan saat dirawat

a. Terapi

* Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan

* Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu

b. Tumbuh kembang

* Pantau berat badan bayi secara periodik

* Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lair ≥1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir <1500>

* Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari :

- Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari

- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari

- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari

- Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu.

2.7.2 Pemantauan setelah pulang

Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai berikut (3,4):

* Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.

* Hitung umur koreksi

* Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.

* Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST)

* Awasi adanya kelainan bawaan

2.8 Pencegahan

Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan (3):

1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko, terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu

2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik

3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun)

4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil

DAFTAR PUSTAKA

1. United Nations Children’s Fund/World Health Organization. Low Birthweight. UNICEF, New York, 2004. Avaliable from : http://www.childinfo.org/areas/birthweight.htm. Last Update : Nov 2007 [diakses tanggal 2 Desember 2007].

2. Setyowati T. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah (Analisa data SDKI 1994). Badan Litbang Kesehatan, 1996. Avaliable from : http://www.digilib.litbang.depkes.go.id. Last Update : 2003 [diakses tanggal 2 Desember 2007].

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta : 2004 ; 307-313.

4. World Health Organization (WHO). Development of a strategy towards promoting optimal fetal growth. Avaliable from : http://www.who.int/nutrition/topics/feto_maternal/en.html. Last update : January 2007 [diakses pada tanggal 10 Desember 2007].

5. Mutalazimah. Hunbungan Lingkar Lengan Atas dan Kadar Hb Ibu Hamil dengan Bayi Berat Lahir Rendah di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dalam : Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. Vol. 6. 2005; 114-126.

6. Suradi R. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Melihat situasi dan kondisi bayi. Avaliable from : http://www.IDAI.or.id. Last Update : 2006. [diakses pada tanggal 10 Desember 2007].

7. Sitohang NA. Asuhan keperawatan pada bayi berat lahir rendah. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2004.

8. Subramanian KS. Low Birth Weight Infant. Avaliable from : http://www.eMedicine.com. Last Update : September 25, 2006. [diakses pada tanggal 11 Desember 2007].

Ditulis dalam Referat. Tag: , .